Di tengah era digital yang sedang kita jalani, dua kata seringkali mencuat ke permukaan: inovasi dan User Experience (UX). Seiring berjalannya waktu, teknologi telah mendorong perubahan radikal dalam cara kita bekerja, berkomunikasi, dan bahkan hidup sehari-hari. Dalam lanskap bisnis yang cepat berubah ini, kemampuan untuk berinovasi bukan lagi sekadar keunggulan, melainkan sebuah keharusan. Namun apa artinya inovasi jika pengguna tidak dapat berinteraksi atau merasakan manfaatnya dengan nyaman? Inilah di mana UX, atau pengalaman pengguna, menjadi krusial.
Sebagai contoh, bayangkan teknologi canggih yang diciptakan untuk memecahkan masalah kompleks, tetapi memiliki antarmuka yang begitu rumit sehingga pengguna merasa frustrasi. Di sini, inovasi teknologi tersebut menjadi kurang efektif karena tidak mempertimbangkan kenyamanan dan kebutuhan pengguna. Sebaliknya ketika inovasi berjalan seiring dengan desain UX yang baik, hasilnya adalah solusi yang tidak hanya canggih tetapi juga intuitif dan mudah digunakan.
Masalahnya, menggabungkan inovasi dan UX bukanlah tugas yang mudah. Memerlukan pemahaman mendalam tentang kebutuhan dan perilaku pengguna, serta visi jelas tentang arah inovasi yang diinginkan. Ketika kedua aspek ini berjalan beriringan, bukan hanya produk atau layanan yang menjadi luar biasa, tetapi juga mendorong sukses inovasi berkelanjutan yang dapat memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Sebuah pendekatan holistik yang mengintegrasikan inovasi dan UX adalah kunci untuk menciptakan solusi masa depan yang benar-benar mengubah permainan. Karena itu, dalam artikel ini, kita akan menyelami bagaimana kombinasi kekuatan kedua aspek ini dapat menjadi rahasia sukses di era digital saat ini.
Berikut beberapa hasil studi yang menunjukkan bagaimana UX menjadi trend nyata dan komponen kritis dalam menentukan kesuksesan bisnis:
- Studi oleh Forrester Research pada tahun 2022 menunjukkan bahwa bisnis yang fokus pada UX dapat meningkatkan pendapatan hingga 25%.
- Studi lainnya oleh Nielsen Norman Group pada tahun 2021 menunjukkan bahwa 90% pengguna akan meninggalkan situs web jika mereka tidak dapat menemukan apa yang mereka cari dalam 20 detik.
- Studi yang juga tidak kalah menarik oleh PwC pada tahun 2020 menunjukkan bahwa 70% konsumen akan merekomendasikan produk atau layanan kepada orang lain jika mereka memiliki pengalaman yang positif.
- Dan studi yang dilakukan oleh McKinsey & Company pada tahun 2019 menunjukkan bahwa 70% konsumen akan membayar lebih untuk produk atau layanan yang menawarkan pengalaman pengguna yang lebih baik.
Eksplorasi Keempat Pilar Inovasi
A. Kompetensi
Ketika berbicara tentang inovasi, salah satu unsur terpenting yang tidak bisa diabaikan adalah kompetensi. Dalam konteks inovasi, kompetensi merujuk pada kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh sumber daya manusia dalam suatu organisasi. Ini mencakup pemahaman teknis, keahlian khusus, serta kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Tanpa kompetensi yang memadai, upaya inovasi bisa berakhir sia-sia atau bahkan menyebabkan kegagalan.
Mengapa kompetensi begitu penting? Jawabannya sederhana: inovasi memerlukan kemampuan pemecahan masalah, dan pemecahan masalah yang efektif membutuhkan keahlian. Kompetensi memungkinkan organisasi untuk memahami tantangan dengan lebih mendalam, memilih teknologi yang tepat, serta mengimplementasikannya dengan efisien.
Lalu di mana letak hubungannya dengan UX? UX pada dasarnya adalah tentang memahami pengguna dan menciptakan solusi yang memenuhi kebutuhan serta harapan mereka. Untuk mencapai hal ini, diperlukan keahlian yang mendalam tentang perilaku pengguna, psikologi, desain, dan teknologi. Dengan kata lain, kompetensi UX adalah kunci untuk menciptakan solusi inovatif yang benar-benar berorientasi pada pengguna.
Tapi ini bukan hubungan satu arah. Sementara UX membutuhkan kompetensi, kompetensi juga ditingkatkan oleh pemahaman yang baik tentang UX, jadikita melihatnya seagai siklus yang berkesinambungan. Sebagai contoh, tim pengembangan yang memiliki pemahaman kuat tentang prinsip-prinsip UX akan lebih mahir dalam menciptakan produk atau layanan yang intuitif dan mudah digunakan. Dengan demikian, menginvestasikan waktu dan sumber daya dalam pengembangan kompetensi UX bukan hanya meningkatkan kualitas produk atau layanan, tetapi juga meningkatkan kapasitas inovasi organisasi secara keseluruhan.
Dalam era saat ini, di mana pengalaman pengguna menjadi pusat perhatian, memiliki kompetensi yang memadai dalam UX bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Organisasi yang mampu menggabungkan keahlian teknis dengan pemahaman mendalam tentang UX akan memposisikan diri mereka di garis depan inovasi.
B. Struktur
Di balik setiap inovasi yang berhasil, terdapat struktur organisasi yang kokoh dan mendukung. Struktur bukan hanya sekedar hierarki atau bagan organisasi; ia merupakan kerangka kerja yang menentukan bagaimana sumber daya dialokasikan, bagaimana komunikasi berlangsung, serta bagaimana keputusan diambil. Struktur yang tepat dapat mempercepat inovasi, sedangkan struktur yang salah dapat menghambatnya.
Sebuah organisasi yang serius dalam mendorong inovasi harus memiliki struktur yang fleksibel, yang memungkinkan ide-ide baru untuk berkembang dan dieksplorasi tanpa hambatan birokrasi yang berlebihan. Ini berarti memberi ruang bagi tim-tim kreatif untuk bereksperimen, menguji ide, dan belajar dari kegagalan tanpa takut akan sanksi. Selain itu, kolaborasi antar-divisi atau departemen juga harus didorong, karena seringkali inovasi terbaik muncul dari pertemuan perspektif yang berbeda.
Tapi bagaimana hubungan antara struktur organisasi dengan desain UX? Di permukaan, keduanya mungkin tampak tidak berhubungan. Namun ketika kita melihat lebih dalam, interaksi antara keduanya menjadi jelas. Proses desain UX yang efektif memerlukan feedback dan iterasi yang berulang-ulang. Ini hanya dapat terjadi dalam struktur organisasi yang mendukung komunikasi yang cepat dan efisien antara tim desain dengan pemangku kepentingan lainnya seperti tim pengembangan, pemasaran, dan dukungan pelanggan.
Selanjutnya desain UX yang berfokus pada pengguna memerlukan pemahaman mendalam tentang kebutuhan dan harapan pengguna. Ini berarti tim UX harus memiliki akses ke data dan informasi pengguna, serta kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan pengguna. Struktur organisasi yang mendukung kolaborasi antara tim UX dengan tim lain yang memiliki akses ke informasi ini akan memastikan bahwa desain yang dihasilkan benar-benar memenuhi kebutuhan pengguna.
Dengan kata lain, struktur yang mendukung inovasi juga akan mendukung desain UX yang efektif. Organisasi yang memahami pentingnya keduanya akan lebih mampu menciptakan produk dan layanan yang tidak hanya inovatif, tetapi juga memberikan pengalaman yang memuaskan bagi pengguna.
C. Budaya
Budaya merupakan nafas sebuah organisasi; ia memberikan identitas, mengarahkan perilaku, dan menjadi pendorong utama dari setiap tindakan yang diambil. Dalam konteks inovasi, budaya adalah perekat yang memastikan bahwa setiap individu di organisasi berkomitmen untuk mencari dan menerapkan ide-ide baru, serta berani menghadapi risiko yang mungkin muncul. Tanpa budaya yang mendukung, inovasi akan terasa seperti sebuah tugas yang berat, bukan sebagai sesuatu yang alami.
Membentuk budaya inovasi bukanlah hal yang mudah. Hal ini memerlukan lebih dari sekedar retorika atau slogan. Sebuah budaya inovasi membutuhkan kepemimpinan yang memimpin dengan contoh, sistem penghargaan yang mengakui dan merayakan perilaku inovatif, serta ruang bagi karyawan untuk bereksperimen dan belajar. Ini berarti memberi kesempatan bagi karyawan untuk gagal, dan menganggap setiap kegagalan sebagai pelajaran berharga, bukan sebagai kesalahan yang harus dihindari.
Ketika berbicara tentang UX, budaya memiliki peran krusial. Sebuah budaya yang mendukung inovasi akan melihat UX bukan hanya sebagai proses desain, tetapi sebagai filosofi bisnis. Hal ini karena pendekatan UX menekankan pada pemahaman mendalam tentang pengguna, kebutuhan mereka, dan bagaimana teknologi dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Organisasi yang memiliki budaya inovasi akan lebih menerima pendekatan user-centric ini, karena mereka memahami bahwa keberhasilan jangka panjang bergantung pada kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Pengaruh budaya terhadap UX bisa dilihat dari bagaimana organisasi memperlakukan tim UX mereka. Apakah mereka dianggap sebagai bagian integral dari proses inovasi? Apakah pendapat dan rekomendasi mereka dihargai? Apakah organisasi memberi mereka sumber daya yang mereka butuhkan untuk melakukan penelitian dan eksperimen? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan menunjukkan sejauh mana budaya organisasi mendukung pendekatan dan prinsip UX.
D. Strategi
Di dunia bisnis yang dinamis, strategi bukanlah sekadar rencana di atas kertas, melainkan peta jalan yang mengarahkan setiap tindakan, investasi, dan keputusan. Strategi inovasi, khususnya, adalah blueprint yang menentukan bagaimana perusahaan akan memanfaatkan ide-ide baru, teknologi, dan pendekatan untuk menciptakan nilai tambah dan memperoleh keunggulan kompetitif. Tanpa strategi inovasi yang jelas dan terdefinisi baik, perusahaan dapat dengan mudah tersesat dalam hutan ide dan gagasan tanpa fokus yang jelas.
Menentukan strategi inovasi memerlukan pemahaman mendalam tentang visi dan misi perusahaan, pemahaman tentang kekuatan dan kelemahan internal, serta wawasan terhadap tren dan peluang di pasar. Ini bukan hanya tentang mengejar setiap teknologi atau tren baru yang muncul, melainkan memilih dengan bijak di mana dan bagaimana berinvestasi. Strategi inovasi yang baik akan memberikan panduan tentang area mana yang harus diprioritaskan, jenis inovasi apa yang perlu diterapkan (apakah produk, proses, atau model bisnis), dan bagaimana mengalokasikan sumber daya untuk mencapai tujuan tersebut.
Di sinilah strategi UX menjadi krusial. UX dengan inti pemikirannya yang berfokus pada pengguna, memberikan pandangan berharga tentang apa yang benar-benar diinginkan dan diharapkan oleh pelanggan. Dengan memahami kebutuhan dan aspirasi pengguna, perusahaan dapat menyusun strategi inovasi yang lebih tepat sasaran. Lagi pula apa gunanya inovasi jika ia tidak sesuai dengan kebutuhan dan harapan pengguna?
Strategi UX dengan empat pilarnya – strategi bisnis, inovasi nilai, penelitian pengguna yang divalidasi, dan desain UX yang luar biasa – bisa menjadi kompas bagi strategi inovasi. Dengan mengintegrasikan kedua strategi ini, perusahaan dapat memastikan bahwa inovasi yang dihasilkan bukan hanya cemerlang dari sisi teknologi, tapi juga relevan, berharga, dan memuaskan bagi pengguna.
Strategi inovasi yang terintegrasi dengan strategi UX akan menghasilkan produk atau layanan yang tidak hanya inovatif, tetapi juga memiliki daya saing tinggi dan potensi pertumbuhan jangka panjang. Kombinasi strategi inovasi dan UX, jika dilaksanakan dengan baik, akan memposisikan perusahaan di garis depan inovasi yang berkelanjutan.
Memahami Empat Pilar Strategi UX
A. Strategi Bisnis
Dalam era digital saat ini, memahami kebutuhan dan harapan pengguna bukan lagi opsional, tetapi sebuah keharusan untuk setiap bisnis yang ingin tetap relevan dan kompetitif. Strategi bisnis yang sukses di masa kini adalah yang mengakui dan merespons fakta ini. Pertanyaannya, bagaimana UX yang esensinya berfokus pada pengalaman pengguna, berinteraksi dan mempengaruhi strategi bisnis?
Pertama, kita harus mengakui bahwa UX bukan hanya tentang estetika atau desain grafis; UX adalah tentang penciptaan nilai (Value creation). Nilai bagi pengguna, yang berarti penciptaan produk atau layanan yang memecahkan masalah nyata dengan cara yang intuitif dan menyenangkan. Nilai inilah yang pada akhirnya, menghasilkan loyalitas pelanggan, mengurangi biaya akuisisi, dan meningkatkan retensi. Dalam konteks inilah UX mendukung strategi bisnis. Setiap keputusan bisnis yang dibuat – baik itu tentang penetapan harga, pemilihan fitur, atau strategi pemasaran – harus dilihat melalui lensa pengalaman pengguna. Sebuah produk mungkin memiliki fitur paling canggih, tetapi jika pengguna merasa sulit menggunakannya atau tidak mendapatkan nilai darinya, maka fitur tersebut sia-sia.
Selanjutnya, UX dapat diperkuat oleh strategi bisnis yang jelas. Sebuah visi bisnis yang kuat memberikan arahan dan tujuan bagi tim UX. Jika tim tahu apa misi perusahaan, siapa target audiensnya, dan apa tujuan bisnis jangka panjangnya, mereka dapat merancang pengalaman yang lebih sejalan dengan tujuan-tujuan tersebut. Sebagai contoh, jika strategi bisnis sebuah perusahaan e-commerce adalah menjadi pemimpin harga di pasar, maka tim UX mungkin akan fokus pada penciptaan proses checkout yang cepat dan tanpa hambatan untuk memaksimalkan konversi.
Untuk menyimpulkan, hubungan antara UX dan strategi bisnis adalah simbiosis. Keduanya mempengaruhi dan diperkuat oleh satu sama lain. Dalam dunia yang semakin user-centric, perusahaan yang benar-benar memahami dan menerapkan prinsip-prinsip UX dalam strategi bisnis mereka akan memposisikan diri mereka di puncak piramida kompetitif. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa investasi dalam UX bukanlah biaya, tetapi investasi dalam masa depan bisnis yang cerah.
B. Inovasi Nilai (Value Innovation)
Inovasi nilai adalah sebuah konsep yang menekankan penciptaan fitur dan layanan baru yang meningkatkan nilai bagi pelanggan, telah menjadi fokus dari banyak perusahaan sukses di era digital saat ini. Tapi apa hubungannya dengan UX? Dalam banyak hal, UX adalah kunci utama untuk mewujudkan inovasi nilai.
Pada dasarnya, UX berkutat dengan pemahaman mendalam tentang apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh pengguna, serta bagaimana mereka berinteraksi dengan produk atau layanan. Melalui riset, prototyping, pengujian, dan iterasi, desainer UX mampu mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan produk, memecahkan masalah yang mungkin tidak disadari oleh pengguna, dan pada akhirnya menciptakan nilai tambah yang signifikan.
Ambil contoh sebuah aplikasi perbankan mobile. Sementara banyak bank mungkin menawarkan fitur dasar yang sama, seperti transfer dana atau cek saldo, bank yang memanfaatkan UX untuk inovasi nilai mungkin menemukan cara-cara baru untuk mempermudah pengalaman pengguna. Mungkin dengan menambahkan fitur pengenalan wajah untuk otentikasi cepat, atau integrasi dengan aplikasi lain untuk pembayaran otomatis. Atau mungkin dengan menyediakan analisis keuangan pribadi berdasarkan perilaku pengguna untuk membantu mereka mengatur keuangan dengan lebih baik. Semua ini adalah contoh bagaimana UX dapat digunakan sebagai alat untuk inovasi nilai, dengan fokus pada penciptaan solusi yang benar-benar memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna.
C. Validasi Riset Pengguna
Salah satu kunci kesuksesan inovasi dalam era digital adalah kemampuan untuk merespon dengan cepat terhadap perubahan pasar dan kebutuhan pengguna. Tapi bagaimana kita bisa yakin bahwa inovasi yang kita kembangkan sesuai dengan kebutuhan pengguna? Jawabannya terletak pada validasi riset pengguna.
Riset pengguna tidak hanya penting untuk memahami apa yang diinginkan oleh pengguna, tetapi juga untuk memvalidasi apakah solusi yang dikembangkan benar-benar memecahkan masalah mereka. Bayangkan kita sampai menghabiskan sumber daya yang signifikan untuk mengembangkan fitur baru, tetapi pada akhirnya, pengguna tidak menggunakannya atau bahkan merasa bingung. Kerugian tidak hanya dari sisi sumber daya, tetapi juga reputasi dan kepercayaan pelanggan.
Dengan melakukan validasi melalui riset pengguna, perusahaan dapat menghindari kesalahan-kesalahan mahal tersebut. Ini memberikan kesempatan untuk mendapatkan umpan balik langsung dari pengguna, memahami hambatan apa yang mereka hadapi, dan mengidentifikasi peluang untuk peningkatan. Lebih jauh lagi, validasi riset pengguna memastikan bahwa setiap inovasi yang diterapkan bersifat relevan, berguna, dan bernilai.
Tidak berhenti di situ, validasi melalui riset pengguna juga memainkan peran penting dalam mendorong inovasi berkelanjutan. Ketika perusahaan memiliki budaya di mana mereka secara rutin berinteraksi dengan pengguna, mendengarkan umpan balik mereka, dan membuat penyesuaian berdasarkan informasi tersebut, mereka menjadi lebih gesit, responsif, dan berorientasi pada pengguna. Inovasi berkelanjutan bukanlah tentang menciptakan sesuatu yang baru setiap saat, tetapi tentang meningkatkan dan memperbaiki berdasarkan kebutuhan dan feedback pengguna.
D. Desain UX yang Menonjol
Desain bukanlah sekadar estetika; ia mencerminkan esensi dari sebuah produk atau layanan. Dalam konteks UX, desain berfungsi sebagai jembatan antara visi inovasi dan realitas pengalaman pengguna. Desain UX yang menonjol bukan hanya memikat mata, tetapi juga memudahkan, memperkaya, dan memperdalam interaksi pengguna dengan produk atau layanan.
Elemen kunci dari desain UX yang efektif melibatkan pemahaman mendalam tentang kebutuhan dan harapan pengguna, keterlibatan emosional, serta intuitif dan mudah digunakan. Sebuah desain yang efektif mengedepankan fungsi dan relevansi, memastikan setiap elemen, baik visual maupun interaktif, memiliki tujuan yang jelas dan mendukung tujuan utama pengguna. Desain juga harus responsif, fleksibel untuk beradaptasi dengan berbagai jenis perangkat dan situasi penggunaan.
Menjadi pertanyaan, bagaimana desain UX mempengaruhi inovasi? Pertama, desain yang baik menciptakan kesan pertama yang kuat. Dalam dunia yang penuh dengan distraksi, produk atau layanan yang memiliki UX yang menonjol bisa dengan mudah menarik perhatian dan memikat hati pengguna. Selanjutnya, desain UX yang kuat meningkatkan retensi pengguna. Produk atau layanan yang mudah digunakan, memuaskan, dan memberikan nilai yang nyata akan membuat pengguna kembali lagi dan lagi, menciptakan loyalitas dan advokasi merek.
Lebih jauh, desain UX yang efektif bisa menjadi pembeda kompetitif. Dalam pasar yang kompetitif, di mana banyak produk atau layanan memiliki fitur serupa, UX yang unik dan menonjol bisa menjadi faktor utama yang membedakan satu merek dari yang lain. Inovasi bukan hanya tentang menciptakan sesuatu yang baru, tetapi juga tentang menawarkan sesuatu yang berbeda dan lebih baik, dan desain UX adalah salah satu alat paling kuat untuk mencapai hal tersebut.
Sinergi Antara Pilar Inovasi dan Strategi UX
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan persaingan bisnis yang semakin ketat, pentingnya mengintegrasikan pilar-pilar inovasi dengan strategi UX menjadi semakin krusial. Setiap pilar memiliki peranannya masing-masing, namun ketika mereka saling berinteraksi dan bersinergi, hasilnya bisa luar biasa.
Sebagai contoh, kompetensi dalam inovasi – yang menekankan pada kemampuan teknis dan kapabilitas – menjadi semakin efektif ketika didukung oleh strategi bisnis yang berorientasi pada UX. Sebuah produk teknologi, meskipun canggih, akan sulit diterima pasar jika tidak didesain dengan pengalaman pengguna yang memadai. Di sisi lain, struktur organisasi yang fleksibel dan mendukung inovasi akan lebih mudah beradaptasi dengan feedback dari riset pengguna, memastikan bahwa produk atau layanan yang dihasilkan selalu relevan dengan kebutuhan pasar.
Budaya perusahaan yang mendukung inovasi dan terbuka terhadap perubahan akan memastikan bahwa tim UX dapat bekerja dengan optimal, menerapkan prinsip-prinsip desain yang menonjol dan melakukan validasi riset pengguna dengan efektif. Terakhir, strategi inovasi yang kuat, yang memastikan bahwa perusahaan selalu satu langkah di depan kompetisi, akan semakin diperkuat dengan inovasi nilai melalui pendekatan UX yang efektif.
Sebagai ilustrasi, kita bisa melihat pada kasus perusahaan X di Indonesia. Perusahaan ini, yang awalnya bergerak di sektor ritel, memutuskan untuk mengembangkan aplikasi e-commerce mereka sendiri. Mereka tidak hanya fokus pada teknologi, tetapi juga mengintegrasikan tim UX sejak awal pengembangan. Dengan memahami kebutuhan pengguna melalui riset yang mendalam, serta menerapkan prinsip-prinsip desain yang menonjol, aplikasi ini cepat mendapatkan popularitas. Tidak hanya itu, budaya inovasi di perusahaan ini memastikan bahwa feedback pengguna selalu diterima dan diterapkan, membuat aplikasi ini selalu up-to-date dan relevan dengan kebutuhan pasar.
Melalui kasus di atas, jelas bahwa integrasi antara pilar-pilar inovasi dengan strategi UX bukan hanya meningkatkan kualitas produk atau layanan, tetapi juga memperkuat posisi perusahaan di pasar. Untuk itu, bagi perusahaan yang serius ingin berinovasi dan bersaing di era digital, menggabungkan kedua aspek ini bukanlah opsional, tetapi sebuah keharusan.
Implikasi bagi Bisnis dan Industri
Dalam lanskap bisnis yang serba cepat dan penuh ketidakpastian, kemampuan untuk berinovasi sambil memastikan pengalaman pengguna yang luar biasa bukanlah sekedar keinginan, tetapi sebuah kebutuhan. Integrasi antara pilar inovasi dengan strategi UX memiliki implikasi mendalam yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan keberlanjutan sebuah bisnis.
Manfaat konkret dari kombinasi kedua aspek ini terlihat jelas: peningkatan loyalitas pelanggan, percepatan adopsi produk, serta efisiensi operasional. Sebuah inovasi yang didorong oleh pemahaman mendalam terhadap kebutuhan dan keinginan pengguna akan memiliki tingkat penerimaan yang lebih tinggi di pasaran. Produk atau layanan yang dirancang dengan pendekatan UX yang kuat cenderung lebih intuitif, mengurangi kurva belajar bagi pengguna dan mempercepat adopsinya. Dari sisi operasional, mendapatkan masukan langsung dari pengguna melalui validasi riset dapat memangkas biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk perbaikan-perbaikan di kemudian hari.
Lebih dari itu, kombinasi antara inovasi yang kuat dan strategi UX yang matang dapat menjadi senjata ampuh untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Di era dimana banyak produk dan layanan yang serupa, diferensiasi melalui pengalaman pengguna yang superior dapat menjadi faktor penentu yang membedakan suatu bisnis dari kompetitornya. Sebuah bisnis yang memahami, memenuhi, bahkan melampaui harapan penggunanya akan selalu mendapat tempat di hati pelanggannya.
Kompetensi, struktur, budaya, dan strategi adalah dasar dari inovasi yang tangguh. Namun, tanpa pendekatan UX yang kuat — yang mencakup strategi bisnis, inovasi nilai, validasi riset pengguna, dan desain UX yang menonjol — inovasi tersebut mungkin tidak akan pernah mencapai potensinya yang sebenarnya. Integrasi antara pilar inovasi dengan strategi UX tidak hanya meningkatkan peluang sukses produk atau layanan, tetapi juga membentuk dasar bagi hubungan yang mendalam dan berkelanjutan dengan pelanggan.